23 Juni 2014

Kotak Hitam & Kotak Emas

Ada di tanganku dua buah kotak yang telah TUHAN berikan padaku untuk dijaga.

Tuhan berkata, “Masukkan semua penderitaanmu ke dalam kotak yang berwarna hitam dan masukkan semua kebahagiaanmu kedalam kotak yang berwarna emas.”

Aku hanya melakukan apa yang TUHAN katakan.

Setiap kali mengalami kesedihan maka aku letakkan ia ke dalam kotak hitam, sebaliknya ketika bergembira maka aku meletakkan kegembiraanku dalam kotak bewarna emas.

Tapi anehnya, semakin hari kotak berwarna emas semakin bertambah berat sedangkan kotak berwarna hitam tetap saja ringan seperti semula.

Dengan penuh rasa penasaran, aku membuka kotak berwarna hitam.

Kini aku tahu jawabannya. Aku melihat ada lubang besar di dasar kotak berwarna hitam itu, sehingga semua penderitaan yang aku masukkan ke sana selalu jatuh keluar.

Aku tunjukkan lubang itu pada TUHAN dan bertanya, “Kemanakah perginya semua penderitaanku?”

Tuhan tersenyum hangat padaku dan menjawab, “Hamba-Ku, semua penderitaanmu berada pada-Ku.”

Aku bertanya kembali, “TUHAN, mengapa ENGKAU memberikan dua buah kotak, kotak emas dan kotak hitam yang berlubang?”

“Hamba-Ku, kotak emas Ku-berikan agar kau senantiasa menghitung rahmat yang AKU berikan kepadamu, sedangkan kotak hitam Ku-berikan agar kau melupakan penderitaanmu.”

Ingat-ingatlah semua kebahagiaanmu agar kau senantiasa merasakan kebahagiaan.
Campakkanlah penderitaanmu agar kau melupakannya.
Saat TUHAN belum menjawab doamu, IA menambah kesabaranmu…
Saat TUHAN menjawab doamu, IA menambah imanmu…
Saat TUHAN menjawab yang bukan doa-doamu, IA memilih yang terbaik untukmu..

Di dunia ini tidak ada yang namanya “kebetulan” semua sudah direncanakan…
Tuhan selalu menyediakan yang terbaik tergantung dari pilihan pilihan yang kita ambil…

source: http://www.inrimartha.com/kotak-hitam-kotak-emas

4 April 2014

The Seasons of Life



Ada seorang pria yang memiliki empat anak. Dia ingin anak-anaknya untuk belajar tidak menghakimi hal-hal terlalu cepat. Jadi ia menyuruh mereka masing-masing pada pencarian, pada gilirannya, untuk pergi dan melihat sebuah pohon pir yang besar jarak jauh.Anak pertama pergi di musim dingin, yang kedua pada musim semi, yang ketiga di musim panas, dan anak bungsu pada musim gugur.Ketika mereka semua pergi dan kembali, ia memanggil mereka bersama-sama untuk menggambarkan apa yang mereka lihat.Anak pertama mengatakan bahwa pohon itu jelek, membungkuk, dan memutar.
Putra kedua mengatakan tidak - itu ditutupi dengan tunas hijau dan penuh dengan janji.
Anak ketiga tidak setuju, dia bilang itu sarat dengan bunga yang berbau begitu manis dan tampak begitu indah, itu adalah hal yang paling anggun yang pernah dilihatnya.
Anak terakhir tidak setuju dengan mereka semua; dia bilang itu matang dan terkulai dengan buah, penuh kehidupan dan pemenuhan.
Pria itu kemudian menjelaskan kepada anak-anaknya bahwa mereka baik-baik saja, karena mereka masing-masing melihat tapi satu musim dalam kehidupan pohon.
Dia mengatakan kepada mereka bahwa Anda tidak bisa menilai pohon, atau seseorang, dengan hanya satu musim, dan bahwa esensi dari siapa mereka - dan kesenangan, kegembiraan, dan cinta yang berasal dari kehidupan - hanya dapat diukur di akhir, ketika semua musim yang naik.
Jika Anda menyerah ketika itu musim dingin, Anda akan kehilangan janji musim semi Anda, keindahan musim panas Anda, pemenuhan Anda jatuh.
Jangan menilai hidup oleh salah satu musim yang sulit. Jangan biarkan rasa sakit dari satu musim menghancurkan sukacita lainnya.


31 Maret 2014

Wortel , Telur Dan Kopi



Wortel, Telur, dan Kopi ... Anda tidak akan pernah melihat secangkir kopi dengan cara yang sama lagi ...

Seorang wanita muda pergi ke
pada ibunya dan menceritakan tentang hidupnya dan bagaimana hal-hal yang terjadi begitu sulit baginya. Dia tidak tahu bagaimana cara dia akan berhasil dan rasanya dia ingin menyerah. Dia lelah berjuang dan berjuang. Tampaknya sebagai salah satu masalah telah dipecahkan, namun masalah yang baru muncul.

Ibunya membawanya ke dapur.
Dia mengisi tiga panci dengan air dan menaruhnya di atas api kompor. Segera air dalam panci-panci tersebutpun mendidih. Pada awalnya dia memasukan wortel kedalam panci, kedua dia memasukan telur, dan terakhir dia memasukan biji kopi bubuk pada panci yang lainnya. Sementara mereka duduk sambil menunggu air kembali mendidih, mereka terdiam tanpa mengucapkan sepatah kata.

Dalam waktu sekitar dua puluh menit
ibunya mematikan kompor. Dia merogoh wortel dan menempatkannya kedalam mangkuk. Dia mengangkat telur keluar dan menempatkannya kedalam mangkuk yang sama. Lalu dia menyendok kopi keluar dan menempatkannya kedalam sebuah cangkir.

Beralih ke putrinya, dan dia bertanya, "Katakan apa yang
kamu lihat?".
" Wortel, telur, dan kopi, "jawabnya.

Ibunya mengajaknya mendekat dan memintanya merasakan wortel.
Dia melakukannya dan merasakan bahwa wortel itu terasa lunak. Sang ibu kemudian meminta putri untuk mengambil telur dan memecahkannya. Setelah mengupas kulitnya, ia mengamati telur rebus. Akhirnya, ibu meminta anak untuk minum kopi. Putri tersenyum saat mencicipi aromanya yang harum.

Putri
nya kemudian bertanya, "Apa artinya, ibu?" Ibunya menjelaskan bahwa setiap benda-benda telah menghadapi kesulitan yang sama dalam air mendidih. Masing-masing menunjukkan reaksi yang berbeda.

Wortel
termasuk yang kuat dan keras. Namun, setelah menjadi sasaran air mendidih, ia melunak dan menjadi lemah.

Telur sebelumnya mudah pecah.
Cangkang tipisnya melindungi isinya yang berupa cairan, tetapi setelah direbus dalam air mendidih, isinya menjadi
mengeras.


Biji kopi bubuk yang unik
. Namun, Setelah mereka berada di air mendidih, mereka telah merubah air tersebut.

"Apa Yang
Kau tau?" tanya putrinya.  
"Ketika kesulitan mengetuk pintu mu, bagaimana kamu menanggapinya? Apakah kamu wortel, telur atau kopi?"

Pikirkanlah ini: Yang harus kau tahu?
Apakah kamu adalah wortel yang kelihatannya keras, tapi dengan adanya penderitaan dan kesulitan yang ada, saya layu dan menjadi lunak dan kehilangan kekuatan saya?

Apakah kamu adalah telur, yang awalnya memiliki hati lembut, tapi berubah dengan panas?
Apakah aku memiliki semangat cairan, tapi setelah kematian, perpisahan, finansial
kesulitan atau beberapa sidang lain, saya menjadi mengeras dan kaku?
Apakah kulit saya terlihat sama, tapi di dalam aku pahit dan sulit dengan semangat kaku dan hati yang keras?

Atau aku seperti biji kopi?
Kopi benar-benar mengubah air panas, saat keadaan yang membawa rasa sakit. Ketika air menjadi panas, ia melepaskan aroma dan rasa. Jika kamu seperti kopi, ketika hal-hal yang paling buruk terjadi, kamu mendapatkan yang lebih baik dan mengubah situasi di sekitar mu.

Ketika jam adalah
hal tergelap dan cobaan yang terbesar mereka, apakah Anda mengangkat diri Anda ke tingkat lain? Bagaimana Anda menangani kesulitan? Apakah kamu wortel, telur atau kopi?

Semoga
kamu memiliki cukup kebahagiaan untuk membuat kamu manis, uji coba yang cukup untuk membuat mu kuat, kesedihan yang cukup untuk membuat mu menjadi  manusia yang tegar dan harapan yang cukup untuk membuat mu bahagia.

Orang tidak selalu memiliki yang terbaik dari segala sesuatu, mereka hanya membuat sebagian dari segala sesuatu yang datang dengan cara mereka.
Terang masa depan akan selalu didasarkan pada masa lalu yang terlupakan, kamu tidak bisa maju dalam hidup sampai kamu melepaskan kegagalan masa lalu dan rasa sakit hati.

30 Maret 2014

Bai Fang Li si Orang Miskin yang Kaya

Namanya BAI FANG LI, orang miskin yang pekerjaannya adalah tukang becak. Seluruh hidupnya dihabiskan di atas sadel becaknya, mengayuh dan mengayuh untuk memberi jasanya kepada orang yang naik becaknya. Mengantarkan kemana saja pelanggannya menginginkannya, dengan imbalan uang sekedarnya.
Tubuhnya tidaklah perkasa. Perawakannya malah tergolong kecil untuk ukuran becaknya atau orang-orang yang menggunakan jasanya. Tetapi semangatnya luar biasa untuk bekerja. Mulai jam enam pagi setelah melakukan rutinitasnya untuk bersekutu dengan Tuhan. Bai Fang Li melalang di jalanan, di atas becaknya untuk mengantar para pelanggannya. Dan ia akan mengakhiri kerja kerasnya setelah jam delapan malam.
Para pelanggannya sangat menyukai Bai Fang Li, karena ia pribadi yang ramah dan senyum tak pernah lekang dari wajahnya. Dan ia tak pernah mematok berapa orang harus membayar jasanya. Namun karena kebaikan hatinya itu, banyak orang yang menggunakan jasanya membayar lebih. Mungkin karena tidak tega, melihat bagaimana tubuh yang kecil malah tergolong ringkih itu dengan nafas yang ngos-ngosan (apalagi kalau jalanan mulai menanjak) dan keringat bercucuran berusaha mengayuh becak tuanya.
Bai Fang Li tinggal disebuah gubuk reot yang nyaris sudah mau rubuh, di daerah yang tergolong kumuh, bersama dengan banyak tukang becak, para penjual asongan dan pemulung lainnya. Gubuk itupun bukan miliknya, karena ia menyewanya secara harian. Perlengkapan di gubuk itu sangat sederhana. Hanya ada sebuah tikar tua yang telah robek-robek dipojok-pojoknya, tempat dimana ia biasa merebahkan tubuh penatnya setelah sepanjang hari mengayuh becak.
Gubuk itu hanya merupakan satu ruang kecil dimana Bai Fang Li biasa merebahkan tubuhnya beristirahat, di ruang itu juga ia menerima tamu yang butuh bantuannya, di ruang itu juga ada sebuah kotak dari kardus yang berisi beberapa baju tua miliknya dan sebuah selimut tipis tua yang telah bertambal-tambal. Ada sebuah piring seng comel yang mungkin diambilnya dari tempat sampah dimana biasa ia makan, ada sebuah tempat minum dari kaleng. Di pojok ruangan tergantung sebuah lampu templok minyak tanah, lampu yang biasa dinyalakan untuk menerangi kegelapan di gubuk tua itu bila malam telah menjelang.
Bai Fang Li tinggal sendirian di gubuknya. Dan orang hanya tahu bahwa ia seorang pendatang. Tak ada yang tahu apakah ia mempunyai sanak saudara sedarah. Tapi nampaknya ia tak pernah merasa sendirian, banyak orang yang suka padanya, karena sifatnya yang murah hati dan suka menolong. Tangannya sangat ringan menolong orang yang membutuhkan bantuannya, dan itu dilakukannya dengan sukacita tanpa mengharapkan pujian atau balasan.
Dari penghasilan yang diperolehnya selama seharian mengayuh becaknya, sebenarnya ia mampu untuk mendapatkan makanan dan minuman yang layak untuk dirinya dan membeli pakaian yang cukup bagus untuk menggantikan baju tuanya yang hanya sepasang dan sepatu bututnya yang sudah tak layak dipakai karena telah robek. Namun dia tidak melakukannya, karena semua uang hasil penghasilannya disumbangkannya kepada sebuah Yayasan sederhana yang biasa mengurusi dan menyantuni sekitar 300 anak-anak yatim piatu miskin di Tianjin. Yayasan yang juga mendidik anak-anak yatim piatu melalui sekolah yang ada.
Hatinya sangat tersentuh ketika suatu ketika ia baru beristirahat setelah mengantar seorang pelanggannya. Ia menyaksikan seorang anak lelaki kurus berusia sekitar 6 tahun yang yang tengah menawarkan jasa untuk mengangkat barang seorang ibu yang baru berbelanja. Tubuh kecil itu nampak sempoyongan mengendong beban berat di pundaknya, namun terus dengan semangat melakukan tugasnya. Dan dengan kegembiraan yang sangat jelas terpancar di mukanya, ia menyambut upah beberapa uang recehan yang diberikan oleh ibu itu, dan dengan wajah menengadah ke langit bocah itu berguman, mungkin ia mengucapkan syukur pada Tuhan untuk rezeki yang diperolehnya hari itu.
Beberapa kali ia perhatikan anak lelaki kecil itu menolong ibu-ibu yang berbelanja, dan menerima upah uang recehan. Kemudian ia lihat anak itu beranjak ke tempat sampah, mengais-ngais sampah, dan waktu menemukan sepotong roti kecil yang kotor, ia bersihkan kotoran itu, dan memasukkan roti itu ke mulutnya, menikmatinya dengan nikmat seolah itu makanan dari surga.
Hati Bai Fang Li tercekat melihat itu, ia hampiri anak lelaki itu, dan berbagi makanannya dengan anak lelaki itu. Ia heran, mengapa anak itu tak membeli makanan untuk dirinya, padahal uang yang diperolehnya cukup banyak, dan tak akan habis bila hanya untuk sekedar membeli makanan sederhana.
“Uang yang saya dapat untuk makan adik-adik saya….,” jawab anak itu.
“Orang tuamu dimana…?” tanya Bai Fang Li.
“Saya tidak tahu…., ayah ibu saya pemulung…. Tapi sejak sebulan lalu setelah mereka pergi memulung, mereka tidak pernah pulang lagi. Saya harus bekerja untuk mencari makan untuk saya dan dua adik saya yang masih kecil…,” sahut anak itu.
Bai Fang Li minta anak itu mengantarnya melihat ke dua adik anak lelaki bernama Wang Ming itu. Hati Bai Fang Li semakin merintih melihat kedua adik Wang Fing, dua anak perempuan kurus berumur 5 tahun dan 4 tahun. Kedua anak perempuan itu nampak menyedihkan sekali, kurus, kotor dengan pakaian yang compang camping.
Bai Fang Li tidak menyalahkan kalau tetangga ketiga anak itu tidak terlalu perduli dengan situasi dan keadaan ketiga anak kecil yang tidak berdaya itu, karena memang mereka juga terbelit dalam kemiskinan yang sangat parah, jangankan untuk mengurus orang lain, mengurus diri mereka sendiri dan keluarga mereka saja mereka kesulitan.
Bai Fang Li kemudian membawa ke tiga anak itu ke Yayasan yang biasa menampung anak yatim piatu miskin di Tianjin. Pada pengurus yayasan itu Bai Fang Li mengatakan bahwa ia setiap hari akan mengantarkan semua penghasilannya untuk membantu anak-anak miskin itu agar mereka mendapatkan makanan dan minuman yang layak dan mendapatkan perawatan dan pendidikan yang layak.
Sejak saat itulah Bai Fang Li menghabiskan waktunya dengan mengayuh becaknya mulai jam 6 pagi sampai jam 8 malam dengan penuh semangat untuk mendapatkan uang. Dan seluruh uang penghasilannya setelah dipotong sewa gubuknya dan membeli dua potong kue kismis untuk makan siangnya dan sepotong kecil daging dan sebutir telur untuk makan malamnya, seluruhnya ia sumbangkan ke Yayasan yatim piatu itu. Untuk sahabat-sahabat kecilnya yang kekurangan.
Ia merasa sangat bahagia sekali melakukan semua itu, ditengah kesederhanaan dan keterbatasan dirinya. Merupakan kemewahan luar biasa bila ia beruntung mendapatkan pakaian rombeng yang masih cukup layak untuk dikenakan di tempat pembuangan sampah. Hanya perlu menjahit sedikit yang tergoyak dengan kain yang berbeda warna. Mhmm… tapi masih cukup bagus… gumamnya senang.
Bai Fang Li mengayuh becak tuanya selama 365 hari setahun, tanpa perduli dengan cuaca yang silih berganti, di tengah badai salju turun yang membekukan tubuhnya atau dalam panas matahari yang sangat menyengat membakar tubuh kurusnya.
“Tidak apa-apa saya menderita, yang penting biarlah anak-anak yang miskin itu dapat makanan yang layak dan dapat bersekolah. Dan saya bahagia melakukan semua ini…,” katanya bila orang-orang menanyakan mengapa ia mau berkorban demikian besar untuk orang lain tanpa perduli dengan dirinya sendiri.
Hari demi hari, bulan demi bulan dan tahun demi tahun, sehingga hampir 20 tahun Bai Fang Li menggenjot becaknya demi memperoleh uang untuk menambah donasinya pada yayasan yatim piatu di Tianjin itu. Saat berusia 90 tahun, dia mengantarkan tabungan terakhirnya sebesar RMB 500 (sekitar 650 ribu rupiah) yang disimpannya dengan rapih dalam suatu kotak dan menyerahkannnya ke sekolah Yao Hua.
Bai Fang Li berkata “Saya sudah tidak dapat mengayuh becak lagi. Saya tidak dapat menyumbang lagi. Ini mungkin uang terakhir yang dapat saya sumbangkan….,” katanya dengan sendu.
Semua guru di sekolah itu menangis….
Bai Fang Li wafat pada usia 93 tahun, ia meninggal dalam kemiskinan. Sekalipun begitu, dia telah menyumbangkan disepanjang hidupnya uang sebesar RMB 350.000 (kurs 1300, setara 455 juta rupiah, jika tidak salah) yang dia berikan kepada Yayasan yatim piatu dan sekolah-sekolah di Tianjin untuk menolong kurang lebih 300 anak-anak miskin.
Foto terakhir yang orang punya mengenai dirinya adalah sebuah foto dirinya yang bertuliskan ”Sebuah Cinta yang istimewa untuk seseorang yang luar biasa”.
 
 
"Dalam hidup kita, mungkin sering menganggap rendah mereka yang ada di bawah kita. Namun, yang perlu kita ketahui adalah mereka memiliki derajat yang tinggi dari kita yang merendahkan mereka"

"Kasihi dan hargai mereka selayaknya kita menghargai dan mengasihi orang yang setara dengan kita"

22 Maret 2014

Semangkuk Mie Dari Orang Asing


Malam itu, Sue bertengkar dengan ibunya, lalu bergegas keluar rumah. Sementara, dia ingat bahwa dia tidak punya uang di saku, ia bermaksud untuk menginap sementara waktu di rumah teman atau kerabatnya, namun dia sadar bahwa ia tidak memiliki cukup uang untuk membayar telepon umum.
Pada saat yang sama, ia pergi melewati toko mie, ketika ia sedang melintas, ia mencium aroma yang menggoda, dan dia tiba-tiba merasa sangat lapar. Dia berharap untuk memakan semangkuk mie di toko itu, tapi dia tidak punya uang!
Penjual yang melihat ia berdiri didepan toko, tatapan matanya tersendat padanya dan ia bertanya, "Hey gadis kecil, kamu ingin makan semangkuk mie?"
"Tapi ... tapi aku tidak membawa uang" dia malu-malu menjawab.
"Oke, saya akan memberikanya gratis untuk kamu" kata penjual.
 "Ayo, masuklah, aku akan memasak semangkuk untuk mu" tersenyum dengan begitu ramah.
Beberapa menit kemudian pemilik toko itupun membawa semangkuk mie yang uapnya masih mengepul. "Makanlah" perintah pemilik toko. Sue menangis.
"Mengapa kamu menagis?"Dia bertanya.
"Tidak ada. Saya hanya tersentuh oleh kebaikan Anda!" Sue mengatakan sambil menyeka air matanya.
"Bahkan orang asing di jalan memberi saya semangkuk mie, dan ibu saya, setelah saya bertengkaran dengannya, aku pergi dan ia tidak mengejar saya untuk tidak keluar dari rumah. Dia begitu kejam!"
Penjual mendesah: "Nak, mengapa kau berpikir begitu? Pikirkan lagi. Saya hanya memberi kamu semangkuk mie dan kamu merasa seperti itu. Ibumu telah mengasuh kamu sejak kau masih kecil, mengapa kau tidak berterima kasih dan malah mendurhakai ibumu?"
Sue benar-benar terkejut setelah mendengar itu.
"Mengapa aku tidak memikirkan itu? Semangkuk mie dari orang asing membuat saya merasa berhutang, dan ibu saya telah membesarkan saya sejak saya masih kecil dan saya tidak memikirkan hal itu, bahkan sedikitpun".
Dalam perjalanan pulang, Sue berpikir dalam kepalanya apa yang akan ia katakan kepada ibunya ketika ia tiba di rumah: "Bu, aku minta maaf. Aku tahu itu adalah salahku, maafkan aku ... "
Setelah menaiki tangga, Sue melihat ibunya khawatir dan lelah mencari di mana-mana. Setelah melihat Sue, ibunya lembut berkata: "Sue, masuklah kedalam. Kamu mungkin sangat lapar? Aku memasak nasi dan siap untuk di makan, ayo makanlah kebetulan itu masih panas ... " pinta itunya dengan tulus.
Tidak bisa mengendalikan lagi, Sue akhirnya menangis di tangan ibunya dan ibunya pun memeluk Sue dengan penuh kehangatan.
 
Dalam kehidupan, kita kadang-kadang mudah untuk menghargai tindakan kecil dari beberapa orang di sekitar kita, tetapi untuk keluarga, terutama orang tua, kita melihat pengorbanan mereka sebagai masalah ...
Kasih orang tua dan perhatian adalah hadiah paling berharga yang kita telah diberikan sejak lahir.
Orang tua tidak mengharapkan kita untuk membayar kembali untuk memelihara kita ...... tapi apakah kita pernah dihargai atau menghargai pengorbanan tanpa syarat dari orang tua kita?




  cerita dari Vietnam oleh Stephen
 

18 Maret 2014

Katak Gemuk Dan Katak Kurus

      Ini adalah kisah dua katak. Salah satu katak gemuk dan kurus lainnya. Suatu hari, saat sedang mencari makanan, mereka secara tidak sengaja melompat ke dalam tong susu. Mereka tidak bisa keluar, karena sisi yang terlalu licin, sehingga mereka hanya berenang di sekitar.
Katak gemuk berkata kepada katak kurus, "Saudara katak, tidak ada gunanya mengayuh lagi. Kita hanya akan tenggelam, sehingga kita mungkin juga menyerah." Katak kurus menjawab, "Tunggu katak, kita harus terus mengayuh. Seseorang akan membawa kita keluar." Dan mereka terus mendayung selama berjam-jam.
Setelah beberapa saat, katak gemuk berkata, "Saudara katak, tidak ada gunanya. Aku menjadi sangat lelah sekarang. Aku hanya akan berhenti mengayuh dan tenggelam. Ini hari Minggu dan tidak ada yang bekerja. Kita sudah ditakdirkan. Tidak ada kemungkinan jalan keluar dari sini. " Tapi katak kurus mengatakan, "Teruslah berusaha. Lnjutkan mengayuh. Sesuatu akan terjadi, tetap mendayung." Dua jam berlalu.
Katak gemuk berkata, "Aku tidak bisa pergi lebih lama lagi. Tidak ada gunanya melakukan hal itu karena kita akan tenggelam pula. Apa gunanya?" Dan katak gemuk berhenti. Dia menyerah. Dan dia tenggelam dalam susu. Tapi katak kurus terus mengayuh.
Sepuluh menit kemudian, katak kurus merasakan sesuatu yang solid di bawah kakinya. Dia telah merasakan susu sudah menjadi mentega dan ia melompat keluar dari tong.
Akhirnya  katak kurus berhasil keluar dalam tong susu pembuat mentega dengan selamat. Katak gemuk yang menyerah akhirnya harus mati dalam tong. Kini katak kurus bisa bebas dan akan lebih berhati-hati ketika mencari makan. 
Penulis: Melissa D Zartman

"Jangan cepat menyerah ketika mengalami suatu permasalahan, karena semua pasti adanya jalan keluarnya"

13 Maret 2014

Kita Bisa Jika Bersama

Sebuah kisah seorang pria yang lumpuh dan tunawicara yang berhasil mencapai mimpinya untuk menjadi seorang pelari maraton dengan pertolongan sang ayah.
Dick Hoyt (Ayah) - Rick Hoyt (Anak)
Karena sebuah tragedi pada saat lahir, Rick tidak dapat berjalan dan berbicara.
Karena suatu kebersamaanya yang sungguh luar biasa, mereka menjadi sebuah inspirasi bagi orang-orang di seluruh dunia.
Dick dan Judy menginginkan sebuah kehidupan yang normal bagi putra mereka. Mereka memasukkan Rick ke sekolah umum.
Rick belajar untuk menuliskan apa yang ada dalam pikirannya menggunakan sebuah komputer khusus.
Ketika Rick berusia 15 tahun, ia menyampaikan pada ayahnya bahwa ia ingin ikut perlombaan lari 5 mil dalam sebuah kegiatan amal.
Dick bukanlah seorang pelari, tetapi setuju untuk mendorong Rick di atas kursi rodanya.
Untuk pertama kali di dalam hidupnya, Rick tidak merasa bahwa dirinya seorang yang cacat.
Maka bersama-sama mereka berlari.
Bersama-sama, mereka berlomba di maraton.
Bersama-sama, mereka berlomba di triathlon.
Bersama-sama, mereka melakukan perjalanan sejauh 3.770 mil di seluruh Amerika.
Rick tidak dapat berlomba tanpa ayahnya. Begitu juga dengan Dick, Ia tidak akan berlomba tanpa anaknya.
Dick adalah sang tubuh sedangkan Rick adalah sang hati.
Bersama-sama mereka berlari dan bersama-sama memberikan kekuatan untuk jangan berlari sendirian.

"Kita tidak akan bisa melakukan sesuatu yang luar biasa tanpa mereka yang begitu mengasihimu"